PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kemajuan suatu negara.
Pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik sehingga akan
berdampak bagi negara dan bangsa yang lebih maju. Setiap Negara
menyelenggarakan pendidikan sebagai upaya untuk membangun bangsa. Afrika
Selatan terletak di bagian selatan benua afrika, merupakan negara yang fokus
pada sektor pendidikan untuk memajukan negaranya.
Berdasarkan
alasan di atas, dilakukan Perbandingan pendidikan antara Afrika Selatan dan
Indonesia. Perbandingan Pendidikan vokasi merupakan suatu kegiatan menganalisa
dua hal atau lebih untuk mencari kesamaan- kesamaan dan perbedaan-perbedaannya.
Dengan demikian maka studi perbandingan pendidikan ini adalah mengandung
pegertian sebagai usaha menganalisa dan mempelajari secara mendalam dua hal
atau aspek dari sistem pendidikan, untuk mencari dan menemukan
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada dari kedua hal tersebut.
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN VOKASI DI AFRIKA SELATAN
Dalam laporan
UNESCO ini, Afrika Selatan termasuk kategori yang memiliki karakteristik
pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, pertumbuhan lapangan kerja yang rendah,
serta tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di sektor informal. Ini
berbeda dengan Indonesia yang dikategorikan sebagai negara dengan pertumbuhan
angkatan kerja yang tinggi, pertumbuhan lapangan kerja yang juga tinggi, serta
tingkat pengangguran yang rendah.
- Jumlah pekerja berpendapatan tetap pada sektor formal adalah 55,6%.
- Jumlah pekerja informal mencapai porsi 14,6% dan tergolong kecil dibanding negara berkembang lain.
- Total penganggur dari seluruh angkatan kerja adalah 29,8%.
- Tingkat buta huruf 30% dari penduduk dewasa antara usia 20-64.
Gambaran Umum Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
- Reformasi bidang pendidikan dan pelatihan di Afrika Selatan harus dilihat dari konteks terjadinya perubahan politik yang terjadi. Runtuhnya rezim dengan sistem apartheid diawal tahun 1990an menandai dimulainya reformasi kebijakan dan institusi secara nasional.
- Akar penyebab begitu buruknya pembangunan SDM di negeri ini adalah karena dibatasinya warga negara kulit hitam untuk mendapat pendidikan dasar dan karena rendahnya kualitas pendidikan yang ada.
- Dewan Pelatihan Industri di masing-masing sektor industri mengumpulkan dan mengelola pendistribusian pungutan pelatihan dari industri dan mengorganisir pelatihan di perusahaan-perusahaan.
- Tidak ada sistem yang terstruktur dengan baik dalam memenuhi kebutuhan pekerja sektor informal.
- Reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi di Afrika Selatan didasarkan pada konsensus dengan didirikannya National Economic Development and Labor Council (NEDLAC). Pemerintah cenderung mengandalkan institusi yang sudah ada dari pada membentuk lembaga baru untuk mendukung jalannya reformasi.
- NEDLAC atau Dewan Nasional untuk Pembangunan Ekonomi dan Tenaga Kerja adalah lembaga tripartit yang terdiri dari pemerintah, perusahaan dan serikat pekerja. Salah satu peran dewan ini adalah menentukan arah dan kebijakan pendidikan dan pelatihan vokasi.
Sistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
- Pembagian tanggung jawab pembangunan pendidikan dan pelatihan vokasi menganut konsep klasik yaitu antara Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pendidikan.
- Institusi pendidikan teknik sebagian besar diselenggarakan pada level pendidikan tinggi (ada 68 technical college dan 15 technikons). Pendidikan vokasi jenjang tinggi ini berada dibawah Departemen Pendidikan dengan anggaran dari pemerintah pusat.
- Negara ini tidak memiliki sekolah vokasi khusus di level menengah seperti SMK. Namun ada beberapa sekolah menengah (umum) menawarkan pelajaran tambahan vokasi tradisional seperti pertukangan kayu, listrik, elektronik, mekanik, bricklaying, dll. Masalah terbesar dalam pendidikan adalah pada rendahnya kemampuan matematika dan sains di seluruh level.
- Lembaga-lembaga kunci dalam sistem pelatihan vokasi adalah Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pelatihan Nasional, Dewan Pelatihan Industri, perusahaan, penyelenggara pelatihan (negeri dan swasta). Berdasar UU Pelatihan Tenaga Kerja tahun 1990, tanggung jawab utama pelatihan bagi pekerja sektor formal ada di perusahaan, sementara pemerintah hanya sebagai pendukung.
- Koordinasi pelatihan skala nasional tidak ada, yang ada adalah pada skala sektor, ini menyebabkan kesulitan dalam mengantisipasi dinamika ekonomi negara secara keseluruhan. Setiap sektor dapat secara sukarela membentuk Dewan Pelatihan Industri sesuai kebutuhan, dewan inilah yang akan merencanakan dan melaksanakan pelatihan di sektor masing-masing.
- Negara menyediakan anggaran khusus untuk pelatihan sektor informal dan masyarakat berkebutuhan khusus seperti penganggur dan rakyat miskin, namun alokasi anggaran sangat kecil dan tidak ditangani secara baik.
Reformasi Pendidikan & Pelatihan Vokasi
- Reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi adalah bagian sentral dari gelombang perubahan sosial dan kelembagaan di negeri ini.
- Dua aspek penting yang tidak ditangani dengan baik di pemerintahan apartheid sebelumnya adalah pembangunan sistem pendidikan dan pelatihan serta penataan pasar kerja yang baik.
- Tekanan publik untuk melakukan perubahan dalam pembangunan SDM serta pendidikan dan pelatihan vokasi sudah sangat kuat. Pembangunan bidang tersebut dianggap sebagai pondasi utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, industri dan sosial di Afrika Selatan.
- Adanya National Qualifications Framework (kerangka kualifikasi nasional) adalah aspek penting dalam menyeimbangkan kesempatan antara warga kulit hitam dan kulit putih serta antara pelatihan untuk sektor formal dan informal. Kerangka ini menjadi acuan nasional dalam reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Kerangka ini dikembangkan dan dijalankan oleh South African Qualifications Authority.
- Strategi pengembangan ketrampilan nasional dibuat secara komprehensif mencakup pelatihan untuk in-service dan pre-service, dan juga pembangunan pelatihan untuk sektor formal dan informal.
- Program Learnership (pembelajaran skala luas) juga adalah suatu inovasi yang memperluas skala cakupan program magang dan sistem ganda agar kegiatan pelatihan lebih dekat dengan industri dan berfokus pada pemberian pengalaman kerja langsung. Dalam program ini dibuatlah suatu kontrak yang melibatkan sang pembelajar, penyedia pembelajaran terstruktur, dan organisasi yang akan menyediakan pengalaman kerja.
- Program pelatihan vokasi dengan biaya pemerintah terbuka untuk dilaksanakan oleh lembaga pemerintah ataupun swasta.
PENDIDIKAN VOKASI DI INDONESIA
A. Sistem pendidikan kejuruan di Indonesia
Untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia, perlu perubahan kebijaksanaan berkenaan dengan pendidikan kejuruan. Upaya-upaya itu antara lain perubahan dari sistem pendidikan supply-driven atas kebutuhan masyarakat luas ke sistem pendidikan demand-driven yang dipandu oleh kebutuhan pasar kerja, perubahan dari sistem pendidikan yang berbasis sekolah dengan pemberian ijazah ke sistem pendidikan yang memberikan kompetensi sesuai dengan standar nasional yang baku.
Salah satu upaya peningkatan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia yang dikembangkan adalah sistem pendidikan kejuruan berdasarkan kompetensi yang dipacu oleh kebutuhan pasar. Pengembangan sistem ini didasarkan kepada asumsi bahwa sistem pendidikan kejuruan supply-driven yan diterapkan selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan masa kini maupun pelanggan maa depan.
Sistem pendidikan berdasarkan kompetensi mengupayakan agar keluaran dari suatu lembaga pendidikan kejuruan memiliki keterampilan dan keahlian yang relevan dengan kebutuhan pasar. Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan suatu standar kompetensi dengan masukan dari industri dan badan usaha lain. Standar kompetensi yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai pemberian sertifikat kompetensi. Dengan demikian maka sistem pendidikan kejuruan yang dikembangkan mempunyai ciri, di samping mengacu pada profesi dan keterampilan yang baku, juga dipandu oleh kebutuhan pasar kerja yang nyata.
Sistem pendidikan yang dikembangkan berfokus tidak hanya pada pendidikan formal. Tetapi juga meliputi non-formal. Ada tiga jenis siswa yang merupakan sasaran sistem pendidikan kejuruan yang harus dikembangkan; yaitu siswa sekolah kejuruan formal, para karyawan yang sudah bekerja, dan para generasi muda calon pekerja. Standar kompetensi digunakan sebagai ukuran untuk menilai tingkat keterampilan dan profesionalisme ketiga jenis siswa tanpa memandang darimana dan bagaimana diperoleh, baik melalui lembaga pendidikan formal , pendidikan luar sekolah ( off job training) atau pelatihan sambil bekerja (on the job training). Setiap individu dapat menempuh ujian di lembaga yang telah ditentukan dan memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, Untuk lembaga pendidikan kejuruan formal, kepada para lulusan akan diberikan sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat keterampilan dan keahlian yang dimiliki, disamping Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang selama ini diberikan. Sertifikat kompetensi yang telah dimiliki oleh seseorang akan digunakan sebagai dasar untuk pengembangan kompetensi ke tinkat selanjutnya.
Lembaga pendidikan luar sekolah ( off the job training), atau lembaga pelatihan sambil bekerja ( on the job training) mengacu pada standar kompetensi yang baku. Sistem juga memberi penghargaan kemampuan awal sebelum memasuki suatu program pendidikan. Hal ini dilakukan dengan melakukan transfer kredit. Dengan demikian, untuk memasuki suatu program tertentu seorang siswa hanya perlu menambah kekurangan keterampilan dan pengetahuannya saja melalui bridging course atau bridging training. Dengan sistem ini, seorang yang berdasarkan pengalaman dan hasil uji kompetensi yang dilakukan, telah memiliki keterampilan dan keahlian tertentu dapat memasuki suatu program dengan tidak harus menempuh pelajaran yang tidak dikuasai.
Untuk menjadi tenaga kerja yang profesional, siswa tidak hanya perlu memiliki pengetahuan dan keerampilan, tetapi perlu memiliki kiat ( arts). Pengetahuan dan keterampilan dapat dipelajari dan dilatih di sekolah, akan tetapi unsur kiat hanya dapat dikuasai melalui proses pembiasan dan internalisasi. Sekolah pada umumnya hanya dapat memberikan berbagai keterampilan dan pengetahuan dalam bentuk simulasi sehingga tidak mungkin diharapkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang profesional. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama yang erat antara sekolah dan industri, baik dalam perencanaan dan penyelenggaraan, maupun dalam pengolalaan pendidikan.Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan suatu sistem pendidikan kejuruan yang disebut sistem ganda.
Pendidikan sistem ganda adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program program pengusaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, dan terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Dalam PSG, lembaga pendidikan atau lembaga pelatihan lainnya dan industri secara bersama-sama menyelenggarakan suatu program pendidikan atau program pelatihan mulai dari perencanaan, penyelenggaraan, dan penilaian, sampai dengan upaya penempatan lulusan. Penaturan penyelenggaraan program kapan diselenggarakan di sekolah dan kapan diselenggarakan di industri dapat mempergunakan hour release, day release, atau block release.Komponen pendidikan Normatif, Adaftif, dan sub komponen Teori Kejuruan diselenggarakan di sekolah, sedangkan subkomponen Praktek Keahlian Produktif diselenggarakan di industri. Subkomponen Praktek Dasar Kejuruan dapat dilaksanakan di sekolah atau industri.
Dalam era pasar setiap industri akan mengupayakan nilai tambah terhadap produksinya dan ini akan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi-teknologi tinggi. Sementara itu, teknologi itu sendiri berkembang secara terus menerus. Para ahli melaporkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi berubah 15 % setiap tahun dan perubahan ini akan meningkat menjadi 2 kali lipat dalam lima tahun. Suatu hal yang perlu difahami bahwa teknologi tinggi tidak dapat memberikan nilai tambah terhadap upaya manusia.. Hanya manusialah yang dapat menghasilkan nilai tambah dengan memanfaatkan bantuan teknologi. Oleh karena itu,kepada siswa perlu ditanamkan pemahaman yang mendasar akibat hakekat teknologi dan rasa ingin mendapatkan nilai tambah terhadap setiap upaya yang dilakukan dengan bantuan teknologi.Tanpa sikap ini maka akan terbentuk suatu bangsa yang sekaligus tenaga kerja, yang apatis terhadap perubahan teknologi dan merasa teknologi sebagai milik suatu kelompok atau bangsa elit tertentu. Pendidikan teknologi merupakan bagian yang sangat penting dalam membentuk warga negara.
Sesungguhnya, penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK telah berjalan sejak tahun 1993/1994 hingga sekarang. Sistem ini merupakan implementasi dari konsep mitch and match. Dengan PSG, perancangan kurikulum, proses pembelajaran, dan penyelenggaraan evaluasinya didesain dan dilaksanakan bersama-sama antara pihak sekolah dan industri. Diharapkan nantinya para lulusan SMK akan menjadi para lulusan yang siap kerja. Melalui PSG, siswa belajar di dua tempat, yaitu sekolah dan industri.
Di sekolah, para siswa belajar teori dari para guru atau instruktur yang kegiatannya yang pada umumnya dibiayai pemerintah. Sedangkan kegiatan belajar yang diselenggarakan di perusahaan/industri, artinya para siswa ini belajar dan mendapatkan pelatihan praktik dari para instruktur dari pihak sekolah yang bersangkutan. Pembiayaannya dilakukan oleh perusahaan terkait.
Dalam konteks ini, bisa dikatakan bahwa sekolah melakukan semacam outsourcing yang dikerjakan oleh industri dalam bentuk penyediaan alat, instruktur, dan pengalaman praktik di lapangan. Sedangkan industri melihat sekolah sebagai bagian dari Human Resources Development (HRD) atau sumber daya manusia perusahaannya yang mencetak tenaga ahli yang andal dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Untuk memuluskan kerjasama antar sekolah dan industri dalam penyelenggaraan PSG, MPKN tingkat provinsi yang beranggotakan unsur-unsur dari kedua belah pihak, berfungsi menjembataninya. Melalui kelompok-kelompok bidang keahliannya, MPKN membantu SMK dalam mengembangkan standar penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan, maupun bahan ajar yang diperlukan.
Pada awalnya bagi para siswa SMK, diberlakukan masa praktik kerja industri selama 3 bulan. Namun menurut Gatot, hasil dan prosesnya dinilai kurang efisien dan terlalu sebentar. Maka, mulai tahun 1999 hingga sekarang, diterapkan masa praktik kerja industri selama 6 bulan. Malah, sebenarnya waktu 6 bulan ini juga masih dirasa cukup singkat bagi proses praktik kerja industri. Gatot membandingkannya dengan sistem pendidikan kejuruan yang ada di Jerman. Dalam sepekan, selama 2 hari anak-anak mendapatkan teori di kelas, sedangkan tiga hari berikutnya kegiatan pembelajaran berlangsung di industri. Mungkin, di Indonesia masih perlu berubah setahap demi setahap.
Setelah pemberlakuan masa praktik kerja yang diperpanjang menjadi 6 bulan, proses ini juga memudahkan para siswa untuk memperoleh peluang praktik kerja ke luar negeri. Kegiatan praktik kerja di luar negeri ini telah dilakukan sejak tahun 1999. Pada mulanya, Direktorat Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) mengirimkan 200 kepala sekolah SMK untuk melakukan studi banding ke Malaysia. Berikutnya, giliran para siswanya yang diberangkatkan magang ke luar negeri. Di tahun yang sama, sekitar 400 siswa SMK berangkat praktik kerja ke luar negeri. Hingga perkembangannya sampai dengan tahun 2004, telah ada sekitar 2.000 siswa SMK seluruh Indonesia yang dikirim ke Malaysia. 80% nya melakukan praktik kerja di bidang perhotelan dan pariwisata.
Negara tujuannya tak hanya sebatas Tanah Melayu Malaysia, melainkan juga ke negara-negara lain misalnya ke Singapura, Jepang, Inggris, Jerman, Oman, dan Kuwait. Saat itu, Gatot Hari Priowirjanto berharap, pada tahun 2020 nanti sebanyak 10% dari bisnis hotel dan pariwisata di dunia, tenaga kerjanya berasal dari Indonesia. “Ini memang sebuah mimpi besar. Dan kita harus menyiapkannya secara serius,” ucapnya. Selain memfasilitasi para siswa SMK melakukan praktik kerja di luar negeri, Direktorat Dikmenjur juga mendorong dan memberi kesempatan bagi para guru, kepala sekolah, pejabat Dinas Pendidikan dan pengajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk ikut memperluas pengetahuan konsep penyelenggaraan pendidikan kejuruan di luar negeri.
Kini setiap tahun, Direktorat Dikmenjur telah mengirim 100 sampai 200 pejabat terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kejuruan untuk berangkat ke luar negeri. Mereka dikirim dalam beberapa gelombang, ke negara yang berbeda-beda, dengan biaya yang sebagian ditanggung oleh pemda masing-masing, sebagian lainnya ditanggung oleh Direktorat Dikmenjur.
Menginjak periode kepemimpinan Dr. Joko Sutrisno, Direktorat Dikmenjur (sejak 2005) lebih menyempurnakan desain reposisi pendidikan SMK melalui beberapa terobosan. Beberapa hal diantaranya adalah mengembangkan SMK bertaraf internasional dengan metode bilingual, pencitraan kredibilitas SMK melalui program sosialisasi, dan memenuhi kebutuhan peralatan produksi secara mandiri lewat unit produksi di masing-masing SMK.
Termasuk didalamnya, program penguatan pengetahuan eksakta/sains melalui peningkatan bobot jam belajar hingga 6 jam setiap minggunya bagi SMK jurusan elektronika, automotif dan jurusan eksaskta lainnya. Diharapkan, ini dapat membuka peluang seluas-luasnya bagi siswanya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga melakukan sertifikasi kompetensi untuk para lulusan SMK bidang otomotif, perhotelan, Teknologi Informasi, sekretaris, busana, dan tata boga.
Perkembangan reposisi terakhir, ada pada penguatan potensi lokal. Program Dikmenjur disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Kini, kebijakan Presiden menganjurkan untuk kembali ke potensi go green. “Kami beri nama program Agro Industri. Tahun 2008, melalui program ini kami akan membesarkan 20 SMK di seluruh Indonesia. Mereka akan diberikan program pengembangan untuk produksi pangan dengan bahan dasar lokal. Misalnya kripik pisang. Bukan roti karena selain bukan makanan tradisional orang Indonesia, bahan-bahannya juga masih import,” tuturnya.
Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga mengarahkan praktek kerja industri untuk lebih memilih ke lokasi dalam negeri. Pertimbangannya adalah, untuk mendukung program penguatan ekonomi lokal dan potensi produksi pangan dalam negeri. “Ini juga supaya petani dan peternak di Indonesia memahami nilai ekonomi produk mereka. Jadi, mereka bersama para lulusan SMK bisa tingkatkan perekonomian di daerah masing-masing,” ucapnya berharap.
B. Karakteristik Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
1. Orientasi pendidikannya
Keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah kejuruan adalah tujuan terminal, sedangkan keberhasilan program secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja
2. Justifikasi untuk eksistensinya
Untuk mengembangan PTK perlu alasan atau jastifikasi khusus yang ini tidak begitu dirasakan oleh pendidikan umum. Jastifikasi khusus adalah adanya kebutuhan nyata yang dirasakan di lapangan.
3. Fokus kurikulumnya
Stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mapupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya.
4. Kriteria keberhasilannya
Berlainan dengan pendidikan umum, kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda yaitu in school succes dan out of school succes. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya.
5. Kepekaannya terhadap perkembangan masyarakat
Karena komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan mempunya ciri lain berupa kepekaan atau daya suai yang tinggi terhadap perkembangan masyarakat dan dunia kerja. Perkembangan ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi barang dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan kejuruan.
6. Perbekalan logistiknya
Dilihat dari segi peralatan belajar, maka untuk mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu sekolah kejuruan.
7. Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha.
Hubungan lebih jauh dengan masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan.
C. Peningkatan mutu lulusan
Kualitas SMK ditentukan setidaknya oleh mutu para lulusannya. Dukungan metode belajar mengajar juga jadi ujung tombaknya. Melihat latar belakang perkembangan kurikulumnya, tercatat bahwa pada kurikulum tahun 1994 telah dicantumkan istilah pembelajaran berbasis kompetensi atau competency based training (CBT). Namun pelaksanaannya belum optimal. Dan pada tahun 1999 Direktorat Dikmenjur meluncurkan suplemen untuk penyempurnaan pelaksanaan konsep pembelajaran berbasis kompetensi ini. Konsep CBT merupakan gabungan antara pendidikan kentrampilan, pengetahuan, dan sikap.
Standar kompetensi itu pun disusun setelah berkonsultasi dengan para pengelola industri, pengelola perusahaan, para pekerja, dan asosiasi profesi. Setiap program keahlian harus memiliki sederet kompetensi. Ukurannya menyangkut pada dua hal, yaitu presisi dan waktu. Misalnya, seorang tenaga kerja cleaning service di sebuah hotel dikatakan memiliki kompetensi jika ia bisa membersihkan toilet dalam waktu 7 menit. Artinya, seseorang dikatakanan kompeten jika ia dapat menyelesaikan pekerjaan di bidangnya dengan cermat, tepat, dan cepat sesuai standar waktu yang telah ditentukan. Kurikulum berbasis kompetensi yang mengacu pada CBT, isinya lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum tahun 1994 yang lalu.
Kurikulum berbasis kompetensi, lebih menekankan pada tujuan (hasil) atau out put nya, dan bukan pada proses yang terlalu mengacu pada text book (buku panduan pelajaran/buku paket). Dalam pelaksanaannya, diberikan pula rekomendasi tahapan-tahapan yang harus dicapai. Namun tahapan ini hanya bersifat acuan saja, dan proses pencapaiannya menjadi tanggung jawab dan kreatifitas sekolah masing-masing. Selain itu, Direktorat Dikmenjur juga memasukkan pelajaran komputer dan kewirausahaan sebagai mata pelajaran wajib bagi semua siswa SMK di seluruh Indonesia.
Pertimbangannya adalah tuntutan kebutuhan yang cukup tinggi dari dunia industri atas kompetensi siswa di bidang komputerisasi dan kewirausahaan. ’Tongkat estafet’ peningkatan mutu lulusan SMK, dilanjutkan Dr. Joko Sutrisno dengan peningkatan kualitas guru kejuruan yang juga dibidani oleh P4TK (Pusat Pengembangan Penataran Pendidik dan Tenaga Kependidikan) melalui program pendidikan dan pelatihan yang diadakan rutin lima tahun sekali dengan jumlah peserta sekitar 4.000 s/d 5.000 orang guru kejuruan.
Pelaksanaan diklat selama ini belum mempunyai format yang baku. Untuk kedepan, ia mengharapkan Direktorat Jenderal PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dapat membuat format baku pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu lulusan SMK. Di sisi lain, Direktorat Dikmenjur juga menuturkan masih kurangnya pasokan tenaga guru kejuruan dari lulusan pendidikan guru kejuruan. Selama ini pasokan tenaga guru kejuruan hanya mencapai angka 4.500 pertahun dan masih jauh dari kebutuhan tenaga guru (sebanyak 10.000 orang pertahunnya) di seluruh Indonesia.
KESIMPULAN
Afrika Selatan termasuk kategori yang memiliki
karakteristik pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, pertumbuhan lapangan
kerja yang rendah, serta tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di sektor
informal. Ini berbeda dengan Indonesia yang dikategorikan sebagai negara dengan
pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, pertumbuhan lapangan kerja yang juga tinggi,
serta tingkat pengangguran yang rendah.
Hal ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam system pendidikan
vokasi di kedua negera tersebt.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu
N. Sistem Pendidikan Kejuruan Berbasiskan Kompetensi. 2007
Basuki,
Kurniawan. Pendidikan Kejuruan
Harus Demokratis. 2008Andini,
Mohamad Adriyanto, 2011, Reformasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi di Afrika Selatan ,http://1ptk.blogspot.com/2011/12/reformasi-pendidikan-dan-pelatihan.html, di akses tanggal 14 april 2013
Mustafa klalid, 2008,Strategi Pendidikan Nasional
http://khalidmustafa.wordpress.com/2008/01/17/strategi-pendidikan-nasional/
di akses tanggal 14 april 2013